Minggu, 07 Juni 2020

BANSOS CORONA MEMANG TIDAK ADIL


Tulisan ini tentang Bantuan Sosial Tunai yang sekarang sedang dalam pencairan gelombang kedua yang rasanya belum atau tidak beres. Lebih spesifik lagi ini tentang tetangga sebelah rumah yang nasibnya sudah sejak lama jauh berbeda dan hingga kini tetap demikian karena tatanan sosial kita yang kacau. Jadi koar-koar di media sosial belakangan ini soal tidak adilnya pembagian Bansos itu pada kenyataannya bukan sekedar ekspresi kaum pendengki. Walaupun saya yakin mereka yang mengalami ketidakadilan lebih banyak yang diam alias pasrah.


Seperti tetangga saya yang seorang tukang becak, dari wajahnya saya merasakan kecewa pada kenyataan bahwa dirinya tidak dapat bantuan uang tunai enam ratus ribu rupiah per bulan dari Kementrian Sosial yang aturannya berlangsung selama tiga bulan itu (April, Mei, Juni, tapi sepertinya akan diperpanjan sesuai aturan baru). Walaupun tidak semua orang mendapat uang mengambang itu (ada seseorang menyebutnya demikian, entah apa maksudnya) tapi siapa orangnya tidak merasa dianiaya melihat ada orang kaya di depan mata dapat bantuan sosial sementara dirinya yang serba kekurangan justru tidak mendapatkan. Saya tidak tahu apakah tetangga yang tukang becak itu sering berkeluh kesah kepada sesama tukang becak di pasar atau pada penumpangnya, saya hanya merasa ada ekspresi wajah yang berbeda pada dirinya.

Tetangganya yang kaya itu bisa dikatakan tepat ada di depan rumahnya: keluarga berkecukupan dari keturunan orang kaya, mempunyai sebuah toko, punya pempat penggilingan padi, pernah punya mobil, telah menguliahkan anaknya hingga bisa pulang dari jauh mengendarai mobil, dan di musim pemerintah bagi-bagi bansos ternyata mendapat bagian entah bagaimana prosesnya. Tentu saja jadi gunjingan, tapi hanya sekedar itu. Konon di desa lain hal semacam ini bisa dipersoalkan, hingga ada yang suka rela menyerahkan pada pihak desa untuk diberikan pada yang dianggap lebih berhak.

Ada banyak jenis bansos terkait COVID 19,  dan konon tiap-tiap rumah dapat bantuan itu meski bentuknya berbeda-beda. Entah benar atau tidak tiap rumah atau keluarga dapat bantuan, dari hasil nguping dan sedikit mengamati ternyata banyak juga keluarga yang tidak dapat bagian. Ketika yang tidak dapat mereka yang dianggap berkecukupan, siapapun bisa menerimanya, tapi ternyata di lapangan banyak terjadi hal-hal aneh. Keanehan ini entah disebabkan oleh aparat yang tidak bekerja atau ada kesalahan-kesalahan administrasi yang tidak disengaja, sejauh ini rasanya tidak banyak yang mengulas.

Apa yang saya saksikan dari dekat ini pastinya bukan sesuatu yang luar biasa mengingat ketidakadilan begitu mudah disaksikan kapanpun di manapun di negeri ini. Saya pribadi tak bisa berbuat banyak, paling berharap mereka yang berkecukupan mau berbagi dengan tulus dengan yang kekurangan di masa sulit ini, hingga apa yang dikhawatirkan seorang kawan akan ada kerusuhan sosial tidak terjadi. Apalagi hingga kini tidak bisa dipastikan wabah Corona ini kapan akan berakhir.

Akhirnya, apa yang kini sedang santer digaungkan sebagai New Normal, semoga tidak hanya menyangkut gaya hidup warga, lebih dari itu aparatur negara pada setiap levelnya harus punya “kenormalan baru” dalam hal sistem. Mengubah mental aparatur negara pastinya sangat berat, tapi kita bisa memanfaatkan momentum sekarang ini untuk membuat sistem baru dan menjalankan pengetatan aturan. Selalu ada kesempatan untuk menjadi lebih baik.

Tidak ada komentar: