Selasa, 24 April 2018

KITA BUTUH BUKU, NEGARA HARUS PENUHI


Pernah pada suatu hari ada seorang saudara yang kini berprofesi sebagai guru menelpon saya yang saat itu sedang kuliah di Jakarta. Waktu itu saya sedang membaca buku dan ketika dalam pembicaraan lewat telefon itu dia bertanya saya sedang melakukan apa saat itu,  sepontan saya menjawab sedang membaca buku. Dan sepertinya dia sepontan membalas jawaban saya dengan berkata: baca buku mau jadi apa? Mungkin maksud dia bercanda waktu itu, tapi sempat membuat saya terkejut dan sampai sekarang tetap teringat peristiwa itu.
 
Membaca buku dengan tujuan mau jadi apa, sepertinya pada konteks masyarakat kita yang kini begitu materialistik, di belakang pertanyaan yang terkesan tidak serius itu pasti ada terbayang deretan profesi hebat di negeri ini: menteri, pejabat tinggi dan seterusnya. Membaca buku memang bukan hal yang lazim ditemui di masyarakat kita. Bukan berarti sulit untuk bertemu buku, tapi kebiasaan membaca buku sulit ditemui dalam keseharian. Bahkan pada anak-anak sekolah dan guru yang setiap hari berurusan dengan buku. Membaca di sini—maksud saya—adalah duduk diam membaca buku bacaan dengan serius demi pengetahuan, bukan karena ingin jadi presiden.


Bagaimana mengubah masyarakat yang tak suka buku ini agar menjadi penggemar buku tentu saja butuh perjuangan yang hebat. Saya sendiri karena sering ketika membaca--buku maupun koran—ada yang mengomentari dengan sinis, merasa tidak mampu mengubah keadaan. Saya malah sering tak nyaman ketika membaca buku di tempat umum, untunglah sekarang bisa baca buku lewat smartphone.

Membaca buku bagi yang biasa melakukannya pasti menyenangkan, tak beda dengan tukang makan diajak ke restoran. Maka, jalan agar masyarakat kita bisa menikmati buku tak ada jalan lain harus dibiasakan sejak kecil. Bagi anak-anak yang orang tuanya penggemar buku tak terlalu bermasalah, tapi bagaimana dengan umumnya kita yang menganggap buku sebagai barang mahal?

Mungkin perlu ada pelajaran mendongeng di sekolah pada tingkat dasar. Guru di depan kelas mendongeng sambil memegang buku yang jadi sumber ceritanya, rasanya bisa merangsang anak-anak agar penasaran dengan buku. Saya ingat waktu kelas satu esde ada Pak Nasihin guru yang tukang ndongeng, setiap hari selalu mendongeng dan hingga kini beliau terkenal karena kebiasaannya itu. Tanpa sengaja pada suatu hari saat sekolah sepi saya dan teman-teman masuk ke kantor sekolah dan melihat-lihat di lemari kantor yang ternyata ada buku yang isinya dongeng-dongeng itu. Bisa jadi itu awal saya jadi gemar membuka-buka tumpukan buku di rumah dan membacanya.

Yang pasti kebiasaan membaca tak cukup sekedar dikampanyekan, lebih dari itu harus dicarikan caranya agar buku bisa jadi bagian dari hidup masyarakat kita. Hari buku se-Dunia yang diperingati tiap tanggal 23 April harus benar-benar dirayakan di Indonesia. Tak cuma dengan diadakan Pameran Buku agar orang membeli buku obralan, buku harus disediakan di tengah masyarakat agar bisa diakrabi dan dinikmati.

Ayo membaca buku.



Tidak ada komentar: