Rabu, 19 Desember 2018

INI DIA PESTA DEMOKRASI


Bagi umumnya warga negara ini, yang disebut dengan Pesta Demokrasi mungkin belum jelas dirasakan. Namun sudah banyak ternyata, warga yang telah berpesta di alam demokrasi. Pesta dalam artian bersenang-senang. Ya, bicara pesta pastinya yang tergambar adalah kesenangan dan kemeriahan—ada banyak makanan yang bebas dinikmati, dan hal lainnya yang bisa membuat orang merasa senang atau gembira. Di sini saya tidak bicara mereka tukang bikin kaos, sepanduk, baliho dan atribut-atribut lain yang sangat mungkin banyak yang sedang kebanjiran order.


Yang akan saya bicarakan adalah Pesta Demokrasi di desa kelahiran saya (tapi bukan desa saya sekarang) yang baru hari kemarin menyelenggarakannya. Tepatnya tanggal 17 Desember lalu serentak di Kecamatan Pagerbarang  Kabupaten Tegal berlangsung pemilihan kepala desa, atau Pilkades Serentak. Saya tidak mengecek data pasti ada berapa desa se-kecamatan, hanya mendengar begitu saja dari penuturan ada 13 desa yang hari itu mengadakan pilkades. Dan karena bukan libur nasional maka saya tak bisa keliling kecamatan untuk memantau peristiwa, sekedar menikmati suasana di dua desa terdekat.


Saya begitu antusias menyebut Pesta Demokrasi di hajatan ini, karena ada lima kontestan di desa tempat kelahiran saya itu yang luas wilayahnya dan jumlah penduduknya tidak banyak. Calon kades, sudah lazim menjelang pemilihan dalam waktu satu sampai tiga bulan tempat tinggalnya akan terbuka bagi tamu siang dan malam. Berduyun-duyun warga—terutama anak muda—akan datang menikmati suguhan dan menghabiskan makanan, istilah di sini Nyerog. Tak cuma makanan, di zaman ketika uang dipuji dan dipuja, para calon kades pun tahu diri. Maka bagi-bagi uang pun berlangsung massif. Tidak siang tidak malam, tukang antar duit bisa langsung mengangsurkan uang satu juta rupiah kepada seorang ibu yang tiga orang anaknya diketahui punya hak memilih tanpa tuntutan ini dan itu.  Kemudian datang lagi yang membagi Rp 50000 untuk tiap pemilih. Bagaimana ini bukan pesta?

Dengan jumlah pemilih yang hanya seribu lebih, banyak yang bilang hanya cukup menyediakan dana seratus juta untuk dibagi ke seribu pemilih dipastikan seorang calon kades bisa menang. Faktanya ada yang terang-terangan menganggarkan Rp 150 Juta untuk menyuap warga. Tentu saja tak dibagi rata, para calon pastinya tahu mana yang potensial memilihnya dan yang tidak, maka ada yang diberi lebih banyak atau mendapat berkali-kali. Setengah milyar, sangat mungkin para calon itu menyediakan dana itu untuk menjadi kepala desa selama lima tahun.

Tapi ada yang menarik dari gaya calon kades itu. Ini dilakukan oleh calon petahana, mungkin karena yakin tidak akan menang yang dilakukannya adalah bagi-bagi kupon undian. Di halaman rumahnya dipajang aneka rupa barang, dari sepeda motor samai magic-com yang akan dibagikan kepada warga kalau menang, caranya cukup menunjukkan kupon yang bernomor dan mencocokkan dengan nomor yang ada di barang. Kampanye unik tapi tidak menarik, karena hasilnya lurah yang sekarang menjabat itu benar-benar kalah di urutan buncit.

Saya belum tahu kabar terbarunya, apakah calon yang telah menganggarkan seratus limapuluh juta dan kalah akan menuntut uangnya kembali atau ikhlas menerima kekalahan? Atau adakah dari calon-calon yang kalah itu dana kampanyenanya di dapat dari berhutang lalu langsung pura-pura jadi orang gila agar tidak ditagih? Rencananya baru besok saya akan datang ke sana menengok perkembangan, bagi saya ini peristiwa sangat menarik betapa untuk menjadi lurah yang tidak digaji tapi hanya dapat beberapa petak sawah garapan seseorang bisa jor-joran membuang uang ratusan juta yang bagi kebanyakan orang jumlah itu sulit dibayangkan seberapa karung banyaknya.

Pemilu nasional masih kurang lebih empat bulan lagi. Di sini belum ramai gerakan-gerakannya, belum ada orang yang mendata warga untuk mendapat jatah dengan syarat menoblos si ini atau si itu. Semoga tidak lama lagi, saya penasaran seberani apa calon legislatif itu, apakah lebih berani dari calon kades? Pesta mari pesta.



2 komentar:

Himawan Sant mengatakan...

Wah, besar juga modal yang dikeluarkan untuk calon pemimlin ya ?.

Aku pernah dengar cerita selentingan seperti ini waktu aku ngopi di warung.
Waktu itu mereka menceritakan salah satu warga di desanya ikut partai dan berkeinginan memenangkan pemilihan jadi ketua ..., semua asetnya dijual untuk itu.
Tapi nasib berkata lain, dia tak terplih.
Akhirnya harta ludes.

Viral mengatakan...

sekarang serentak yah pilkades nya, tp lum bisa ikutan hehe cuma dnger info doang