Jumat, 01 Juni 2018

LUCUNYA PANCASILA


Mungkin karena negeri ini tanahnya subur makmur gemah ripah loh jinawi tongkat dan kayunya jadi tanaman (kata Koes Plus), maka orangnya secara umum santai dan senang bercanda. Memang ada satu dua yang serius bahkan ada yang selalu pasang tampang sangar, tapi yang begitu pun sering pula menimbulkan gelak tawa. Maka tidak aneh acara televisi pun siang malam isinya lelucon dan banyolan.


Salah satu hal yang serius tapi menimbulkan tawa adalah peristiwa yang beberapa hari lalu benar-benar terjadi. Kejadiannya adalah ketika ada acara di Kecamatan Bulakamba Brebes yang dihadiri Bupati. Sebagaimana kebiasaan Presiden yang suka main kuis dan bagi-bagi hadiah, Bupati Brebes juga melakukan hal yang sama, dengan tantangan menyebutkan Pancasila (mungkin karena dekat dangan Hari Lahir Pancasila). Dan kelucuan yang muncul adalah karena orang yang merespon tantangan itu begitu antusias tapi ujungnya salah alias tak mampu menyebutkan urutan Pancasila.

Zaman sekolah dulu juga pernah ada kelucuan yang berkaitan dengan Pancasila ini, yaitu ketika seorang teman disuruh maju untuk melafalkan sila-sila Pancasila yang ternyata sulitnya setengah mati. Teman saya itu ketika maju dan menghadap ke teman-teman, tanpa ancang-ancang langsung saja menyebut: “Satu Pancasila !” yang tentu saja mengundang tawa. Dan ketika diingatkan agar yang disebut Pancasila lebih dulu baru satu, dia terus mengulanginya kesalahannya sampai tiga kali lalu balik ke tempat duduk.

Pancasila yang semenjak kecil sudah sering didengar dan dihafalkan, memang sering diremehkan. Saya juga sering menganggap remeh dan menertawakan orang yang tak hafal Pancasila, tapi ketika mencoba mengingat-ingat yang saya anggap telah hafal di luar kepala itu ternyata ada perasaan ragu juga. Dan akhirnya saya pun maklum dengan keadaan yang berlangsung di tengah-tengah warga saat ini, yaitu nilai-nilai Pancasila tidak diamalkan.

Dengan lima sila yang lumayan panjang saja Pancasila diremehkan, apalagi kalau penyederhanaannya yaitu Gotong Royong yang dikedepankan, rasanya akan lebih disepelekan. Orang-orang pastinya akan mengatakan: “Setiap hari kita melakukan gotong royong, untuk apa diributkan.” Ya, bagi orang kita hidup itu laku, teori hanya bikin bingung yang akhirnya malah bertengkar.

Jadi menghafal Pancasila dan berjuang mengamalkannya sepertinya bukan tugas warga kebanyakan, tapi tugas ini adalah milik para pejabat dan aparat. Para pejabat dan aparat yang harus berjuang mengamalkan Pancasila ini, lalu warga tinggal meneladaninya lewat lelaku harian mereka. Bukan sebaliknya anak-anak dituntut hafal dan mengamalkan Pancasila, orang-orang yang dianggap terhormat merusak nilai-nilainya seperti sekarang. Lucu memang.

Tidak ada komentar: