Kamis, 05 April 2018

KEPADA IBU INDONESIA: BUKTIKAN!


Lanjut soal puisi “Ibu Indonesia” milik Ibu Sukmawati Soekarnoputri yang bikin heboh itu. Apakah akan tambah heboh atau berakhir kita lihat sama-sama besok siang (6/4/2018), kalau ada demo di Monas berarti kasusnya akan panjang dan kalau tidak jadi demonya berarti Syariat Islam dijalankan—dalam Islam memberi maaf sangat ditekankan. Sang Ibu Indonesia sudah meminta maaf, sudah menangis, sudah cium tangan Ketua MUI segala, haruskah dipenjara?


Sebelumnya saya sempat menulis di sini bahwa puisi itu ditulis hanya sekali jadi--tanpa dibaca ulang, tidak direnungi—yang dibuatnya pada malam sebelum dibacakan. Ada cadar di sana, dan menurut saya sebagai reaksi atas polemik soal cadar beberapa pekan lalu. Dan saya juga menuduh Bu Suk (panggilan top saat ini untuk Ibu Sukmawati) membeci suara adzan.  Apa yang saya lakukan tentu saja emosional, semua itu karena keterbatasan pengetahuan.  Maka saya mohon maaf pada Bu Suk, karena saya telah melecehkan.

Saya merasa bersalah karena kini beredar foto teks puisi itu pada selembar kertas putih yang ada keterangan tahun rilisnya, yaitu tahun 1999. Puisinya juga konon sudah dibukukan dalam sebuah buku yang berjudul sama seperti judul puisi kontroversial itu. Walaupun saya belum melihat langsung buku itu, yang berarti saya belum memastikan puisi itu ada di sana, tetap saja saya menyesal menuduhkan sesuatu yang belum tentu benar.

Jadi menurut saya, untuk lebih memperjelas keadaan, setelah Bu Sukma--enaknya begini saja ya?—meminta maaf secara terbuka, segala yang berkaitan dengan puisi itu harus disampaikan kepada publik. Lewat televisi beliau bisa bicara panjang lebar tentang sejarah puisi itu, bagaimana bisa cadar terpikirkan lalu disebut padahal di tahun itu masih sulit melihat perempuan Indonesia bercadar. Buku puisinya ditunjukkan dan beberapa orang yang pernah menerima copy-nya diajak membuktikan kebenarannya.

Saya kira hal ini tidak berlebihan, sebab kalau buku yang ditunjukkan pernah terbit itu ternyata hanya Bu Sukma saja yang punya pasti akan muncul kecurigaan lain, apalagi sekarang mencetak buku bukan sesuatu yang sulit. Perlu diingat, umat Islam Indonesia mudah marah bukanlah watak bawaan, sifat gampang bereaksi dan terkesan amukan itu ada sejarah panjangnya. Dan kalau memang tidak ada niat mengganggu kaum muslimin harus bener-benar dibuktikan.

Ibarat kolam, Indonesia saat ini sedanng keruh. Ada banyak tangan yang sengaja membuat keruh dan tidak ingin kolam kembali bening airnya. Walau begitu upaya menjernihkan air keruh harus dilakukan, dan sebagai anak Sang Proklamator punya tanggungjawab untuk itu. Ayo Bu Sukma tunjukkan.

Akhir kata, semoga segala kegaduhan ini tidak sia-sia. Karena darinya kita bisa belajar banyak hal untuk menjadi bekal memperbaiki hidup bangsa ini.

Tidak ada komentar: