Selasa, 03 April 2018

AWAS IBU INDONESIA PALSU


Di tengah zaman yang mudah gaduh dan rusuh, yang diharapkan tentu saja sikap yang hati-hati.  Terlalu banyak berita bohong di tengah kebebasan informasi sekarang ini telah membuat masyarakat mudah terprovokasi. Ikatan kekeluargaan di tengah warga terus merenggang, hidup pun makin terkotak-kotak--orang-orang memang masih hidup bersama, namun lebih karena adanya kepentinngan-kepentingan ekonomi di antara mereka.  Situasi yang memprihatinkan ini tentu harus diatasi, cuma karena upaya itu sulit, sementara yang musti dilakukan adalah bersikap hati-hati itu.


Tapi apa daya, sepertinya kekuatan-kekuatan yang menginginkan adanya kekacauan di tengah warga  makin besar saja. Kekuatan jahat itu entah berada di mana, sebab yang menunjukkan bahwa dia benar-benar ada sejauh ini hanya percikan-percikan di antara pergerakan-pergerakan yang potensial membakar amarah massa. Untungnya kelompok yang dominan di masyarakat adalah kelompok moderat yang telah lama mengakar di negeri ini, sehingga laku kekerasan dari kaum reksioner mudah diredam.

Entah akan sampai kapan situasi menegangkan ini berlangsung. Melihat tanda-tanda yang mungkin terjadi pada Pemilu Persiden tahun 2019 yang akan datang, rasanya situasi tidak menyenangkan ini akan makin memanas dan kemungkinannya akan berlangsung lama—setidaknya untuk kurun waktu lima sampai sepuluh tahun kedepan.

Siapa kira-kira yang akan mampu mendinginkan suhu panas ini? Entahlah, bahkan perempuan—dalam hal ini ibu-ibu—pun sepertinya sudah tak bisa diharapkan. Seperti baru saja seseorang yang mengaku sebagai “Ibu Indonesia”, muncul di depan publik bukannya mendamaikan hati anak-anak bangsa yang sedang gerah, yang dilakukannya justru mengajak anak-anaknya berantem. Apakah ibu Indonesia yang satu ini bodoh atau tampilnya dengan  maksud menyindir ibu-ibu Jaman Now, sekali lagi entahlah.

Semoga segala gejala yang timbul belakangan ini bukan tanda bahwa Indonesia sebagai negara sedang mendekati akhir hayatnya, terlalu cepat  rasanya kalau negara kesatuan dari Sabang sampai Merauke ini pecah dan bubar jalan di tahun 2030. Belum 100 tahun bro! Lagi pula masih banyak sekali anak-anak bangsa yang gigih berjuang memelihara lestarinya tumpah darah tercinta ini. Ibu Indonesia boleh bodoh—karena tidak sempat sekolah—tapi anak-anak Indonesia sebagai generasi penerus harus lebih baik.

Marilah anak-anak Indonesia bersatu, lawan kekuatan jahat yang ingin menghancurkan kita.

3 komentar:

Saleho mengatakan...

mari bersatu padu untuk menghancurkan musuh2 kita

Djangkaru Bumi mengatakan...

Jeritan ibu mungkin ada benarnya juga. Agar anak-anaknya lebih waspada.
Itu mungkin semua kritikan atau pengingat belaka.

Muhammad A Vip mengatakan...

oBAT SAKIT: wah, siapa musuh kita nih?
Djangkaru: ya, positip ting ting lah