Akhirnya mundur juga Menteri Agama setelah bertemu Presiden. Dan lewat
berita saya membaca bahwa kepala negara sempat menghimbau menterinya itu agar
mundur karena telah ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK (Komisi Pemberantasan
Korupsi). Saya yakin ini sesuatu yang berat, karena kalau saya berposisi
sebagai Menteri Agama atau menteri apapun bahkan mungkin menduduki jabatan
paling remeh temeh sekali pun perasaan enggan melepaskannya pasti luar biasa.
Saya di sini tidak akan membicarakan kasus korupsi yang jadi sebab
mundurnya pejabat negara itu. Untuk apa, toh korupsi di Departemen Agama sudah jadi bahasan sejak lama. Terlebih korupsi sudah jadi laku harian
yang merata yang tak cuma pejabat negara tingkat tinggi yang rendahan pun banyak sudah. Bagi saya kecil atau besar, bagaimana pun polanya,
mengambil hak rakyat kebanyakan dengan batil adalah korupsi. Dan tak harus uang pula
yang diambilnya kan?
Saya hanya ingin, sebagai warga negara yang tinggal di sebuah negara yang
kondisinya sudah tak karuan, upaya memperbaikinya semestinya sudah membuang
kebiasaan penuh basa-basi dan ewuh-pakewuh. Tentu saja saya tahu dalam hal ini,
bahwa beratnya upaya penegakkan hukum karena hampir semua kita menyadari tangan
dan tubuh kita kotor oleh lumpur dosa. Tapi siapa yang tidak pernah bersalah?
Ah, klise pula, bahkan kesalahan kecil seperti lalai membuang bungkus permen sembarangan
di tempat umum pun begitu sulitnya untuk mengakui apalagi melakukan pertobatan
dengan memungutnya kembali dan membuangnya di tempat yang semestinya.
Maka bukan ingin juga kiranya, tapi mumpung akan ada pemimpin baru di negri ini, harus
ada tuntutan agar penegakkan hukum jadi prioritas. Juga penting agar tak cuma
tuduh-tangkap-penjara lalu selesai seperti yang berlangsung selama ini. Karena
kenyatannya apa yang terjadi masih bisa dibilang sekedar main-main, beberapa tayangan
di televisi memperlihatkan mereka yang jadi tahanan karena korupsi hidupnya
asyik-asyik saja di penjara. Bahkan ketika keluar penjara mereka masih bisa
membusungkan dada. Sampai saya kadang berandai-andai punya kesempatan korupsi
lalu bisa mengantongi milyaran—tak usahlah triliyunan—lalu tertangkap dan
dipenjara sepuluh tahun, rasanya tak ada masalah sama sekali. Saya masih bisa
menikmati makanan kesukaan lewat kiriman, bisa kelonan sama istri yang kapanpun
bisa datang, bisa nelpon dan pakai komputer, tidurnya pun di kamar yang tak
kalah dari hotel dan sepuluh tahun itu waktu yang pendek.
Untuk kasus korupsi yang dilakukan pejabat negara, tuntutan saya adalah
agar ketika ada pejabat negara diduga terlibat korupsi atau menyalahgunakan
jabatannya, dia harus dinonaktifkan. Harus ada aturan yang jelas tentang ini,
jadi tak ada polemik harus bagaimana pegawai negara ini. Lalu ketika ada bukti
dan jadi tersangka, secara otomatis pula diberhentikan dari jabatannya dan aset
milik pribadinya diawasi oleh negara, kemudian setelah melewati sidang dan
terbukti, ketika palu hukuman diketuk saat itu pula seluruh hartanya disita
untuk negara. Bukan cuma uang hasil korupsinya yang disita, tapi karena dia
adalah ingon-ingon negara maka apa yang ada pada dirinya adalah milik negara,
dan karena telah berkhianat pada negara maka itu adalah resiko yang wajar.
Jadi saya berharap ketegasan aturan: berhenti menjabat saat itu juga karena
bermasalah, kalau tidak mau berhenti maka sanksi hukumnya akan ditambah. Lalu
bagaimana kalau ternyata tidak terbukti bersalah, yang pasti aturan sudah
dilewati dan sebagai pribadi yang punya kemampuan di suatu bidang pasti tak
akan sulit untuk mendapatkan pekerjaan baru. Tak perlu ada pembersihan nama
baik, maksudnya mereka para pejabat negara harus sudah menyadari sejak awal
tentang adanya kemungkinan semacam itu yang sewaktu-waktu bisa saja menimpanya.
Sekarang menjadi pegawai negeri sedang jadi primadona, gaji besar sedangkan
kerja bisa asal-asalan dengan jam kerja yang bisa dibilang pendek (kebetulan
keluarga saya umumnya pegawai negeri dan saya juga dulu sering disuruh jadi
pegawai negeri). Maka tak aneh ada orang sampai demo dan merusak taman hanya
karena ingin diangkat jadi pegawai negeri. Banyak yang sampai setor puluhan
bahkan ratusan juta agar bisa jadi pegawai negri pula. Saya ingat ada seorang anak
muda lulusan universitas negeri ternama di Yogyakarta yang ditawari menjadi
pegawai pemda DKI dengan cukup menyetor 40an juta, awalnya dia ingin cari kerja
sendiri dengan melamar kesana-kemari, waktu itu saya merasa senang punya
kenalan yang punya prinsip. Sayangnya cari kerja sendiri kudu sabar dan dia
merasa harus membantu biaya sekolah adik-adiknya, sehingga godaan ingin cepet
kerja membuatnya menuruti arus di keluarganya dan dia akhirnya jadi pegawai
pemda DKI, padahal ibunya guru agama di sebuah SMU negeri. Dan jadi pegawai
negeri memang hebat, cuma setahun lebih kerja dia sudah bisa beli mobil walau
bukan mobil baru, entah seperti apa keadaannya kini karena semenjak tahu dia
punya mobil saya tak pernah lagi singgah di rumahnya.
Saya tidak menuduh kawan itu korupsi atau menjadi pegawai negeri itu
bermasalah. Saya hanya gelisah menyaksikan anggota keluarga saya yang pegawai
negeri, mereka bisa seenaknya pergi kerja atau tidak, lalu bisa pergi kerja jam
berapa saja. Juga ketika mendatangi instansi-instansi pemerintah, yang ada
hanya sekumpulan orang yang sepertinya tidak punya pekerjaan. Di
masjid-masjidnya saat jam kerja ada saja pegawai yang duduk wiridan kalau
sendirian atau ngobrol masalah agama kalau berdua atau bertiga, atau mengundang
ustad dan mengadakan pengajian tak bermutu, yang itu pada jam kerja. Ya kalau
negara kondisinya bagus, sementara dengan utang negara membeludak, fasilitas
publik tak memadai, segala yang tampak di mata saya itu jelas merupakan masalah
serius.
Sudah saatnya definisi korupsi dibikin jelas dan gamblang. Hukum ditegakkan
dengan tegas. Hukuman bagi aparat negara harus dilebihkan dari hukuman pada
warga biasa. Saya kira ini bukan pilihan untuk saat ini, tapi suatu keharusan jika
ingin negara dan bangsa membaik kondisinya.
4 komentar:
menarik sekali mas artikelnya, saya jadi bisa belajar dikit-dikit soal politik..
Hmmm... Rumit juga ya. Setiap orang pasti ingin hidupnya sejahtera. Hanya caranya yang berbeda-beda. Ada yang positif ada yang negatif. Itulah hidup. Susah juga ya hidup di dunia. Entah esok dimasukkan ke surga atau neraka... Ah entahlah....
Sekarang gaji pegawai negeri sudah lumayan besar dan katanya APBN negara banyak dihabiskan untuk gaji saja..
agen supelmen: terimakasih
Jogja Circles: hahaha... semoga saja ada diantara kita yang masuk sorga
Nandar: APBN konon jebol karena soal ini, beberapa waktu lalu ada anjuran pensiun dini untuk PNS, konyol juga aturannya
Posting Komentar