Selasa, 18 Mei 2010

Kapitalisme, Manusia dan Kerusakan.

"Kapitalisme itu srigala!" Begitu kata seseorang yang tak perlu disebut namanya.

Menurut ungkapan, srigala bisa berbulu domba. Tapi yang namanya srigala tetap saja srigala. Binatang buas yang siap menerkam binatang-binatang yang lebih lemah darinya. Begitulah kapitalisme kini, menerkam masyarakat lemah. Bergelimpangan manusia di jalanan di banyak negara di dunia yang katanya maju ini, kapitalisme sebagi mendungnya yang hitam menggumpal di langit.

Tak hanya negara terbelakang, bahkan negara kuat yang jadi lokomotif kapitalisme, Amerika Serikat kini tengah dililit masalah dan terpuruk dengan warganya yang lemah terlempar dari rumah-rumah tinggal mereka. Lalu bagaimana pula dengan negara berkembang seperti Indonesia, muter-muter dalam kotak masalah mencari jalan keluar dan dibuat hampir putus asa (atau malah sudah). Dan kapitalisme --dituduh--sebagai biang keladinya.

Dalampada itu, di Bentara Budaya beberapa waktu lalu diadakan kuliah umum tentang kapitalisme ini. Tajuknya: "Memberi Wajah Manusia pada Kapitalisme, Mungkinkah?". Sebagai narasumber Buya Ahmad Syafii Maarif yang mengatakan tak mungkin memberi wajah manusia pada kapitalisme. Nasibmu kapitalisme, dan siapakah sesungguhnya manusia itu.

Apa sesungguhnya kapitalisme saya sendiri tak terlalu memahaminya, selain ngeh kalau itu suatu faham atau isme yang mengagungkan kebendaan. Yang pasti dia bukan sejenis makhluk yang diciptakan Tuhan dalam pos tertentu yang posisinya berdampingan sebagaimana jin dengan manusia. Kapitalisme adalah suatu faham, yang tentunya hasil dari polah manusia di dunia ini yang keberadaannya pasti melekat dengan manusianya sebagai induk. Jadi kapitalisme itu warna manusia. Saya pikir itu.

Lalu kenapa kapitalisme tak mungkin berwajah manusia? Mungkin ungkapan Buya Syafii Maarif didasarkan pada satu anggapan bahwa manusia adalah makhluk baik atau lambang kebaikan. Dan rasanya memang demikian. Tapi benarkah manusia lambang kebaikan. Lalu apa lambang ketidakbaikan?

Dalam pemahaman saya (anggap saja sok tau), lambang kebaikan adalah malaikat karena kepatuhannya dan lambang ketidakbaikan tentu saja iblis yang sombong dan telah melakukan pengingkaran. Sedangkan manusia adalah makhluk antara keduanya, yang bisa baik dan bisa pula tidak baik.

Dari pemahaman yang sederhana itu maka pendapat Buya Syafii Maarif bisa dikatakan emosional. Kejengkelannya pada kapitalisme tidak menimbang jauh bahwa bisa jadi kapitalisme itu sendiri adalah bagian dari dirinya sebagai manusia. Bukankah manusia yang tangannya telah menjadikan bumi ini tidak nyaman untuk ditinggali? Manusia telah menjadi mesin penghancur yang hebat kini dan mungkin sejak lampau. Bukan kapitalisme yang salah, kapitalisme sekedar bunyi memekakan yang keluar dari mulut manusia yang tak mampu menjaga diri untuk tidak mengganggu saudara-saudaranya dengan suaranya yang sumbang.

Tidak ada komentar: