Selasa, 16 Juni 2009

Kenduri Cinta 1262009

Seperti biasa pada Jumat kedua setiap bulan di lapangan parkir Taman Ismail Marzuki (TIM) berlangsung pengajian Kenduri Cinta (KC). Acara yang berlangsung mulai ba’da Isya ini adalah acara yang selalu seru dan menyenangkan untuk diikuti. Seperti Jumat malam lalu, dengan ustad Wijayanto yang selalu kocak, Sabrang (Noe Letto), Dik Doang dan tentu saja Cak Nun acara berlangsung sampai lewat pukul tiga pagi. Dengan pembicaraan yang sepontan dari para pembicaranya acara yang berlangsung cukup lama itu terasa begitu cepat.

KC terakhir itu bertema Jabatan Hati Pemimpin Negeri, hal ini tentu terkait dengan ramainya persaingan calon-calon presiden menuju kursi nomor satu di negara ini. Dan memang seperti biasa KC berusaha merespon isu-isu yang sedang ramai jadi berita. Cuma sepertinya gairahnya itu sekarang tidak begitu tampak. Beda dengan lima tahu lalu dimana para calon dan tokoh-tokoh partai didatangkan untuk berdialog langsung dengan warga yang hadir. Kemarin tak satupun tokoh partai atau pendukung capres hadir di panggung bahkan tak ada pembicaraan yang benar-benar fokus mengurai masalah pemilu.

Acara dimulai dengan penampilan dua kelompok musik pemula yang menyanyikan tembang blues dan pop. Diikuti keluh-kesah seorang korban G 30 S dan penampilan lenong yang terdiri dari dua orang. Menjelang jam sepuluh malam Ustad Wijayanto dan yang lainnya baru naik ke panggung. Dan seperti biasa ketika acara sudah mulai panas Cak Nun tampil. Sepanjang acara gelak tawa yang hadir seperti tak ada putus-putusnya.

Ustad Wijayanto dalam ceramahnya hanya mengulang-ulang yang pernah disampaikannya pada kesempatan sebelumnya, tapi tetap menyenangkan dengan gayanya yang selalu menggoda siapapun yang berada di dekatnya. Sabrang mempertontonkan kedekatannya dengan sang ayah (Cak Nun) dan Dik Doang mengungkapkan pengalamannya yang berkaitan dengan Cak Nun dan keluarganya. Sedang Cak Nun mengomentari apa saja yang telah disampaikan sebelumnya dan sedikit-sedikit lontaran tentang beberapa hal yang akhir-akhir ini jadi berita di media massa. Seperti “Manok opo sing susune gede?”, dan himbauan memilih semua capres karena semuanya orang baik.

KC sejauh ini-hampir sepuluh tahun penyelenggaraan-telah jelas mewarnai keberadaan TIM sebagai pusat kebudayaan. Lebih dari itu KC merupakan sarana pendidikan yang nyata bagi warga sekitar di tengah sulitnya akses pendidikan bermutu di negeri ini. Telah begitu banyak dan beragam yang di tampilkan dan disajikan selama ini. Tapi entah karena apa acara bulanan ini sepertinya tidak menarik bagi media massa. Belum pernah satu setasiun televisi pun meliput acara yang dihadiri ratusan bahkan berribu manusia ini. Beberapa kali pemberitaan di koran pun tak jelas substansi beritanya. Sementara banyak peristiwa remeh-temeh yang tak jelas manfaatnya bagi kemajuan bangsa diekspos sedemikian rupa seakan begitu penting dan berguna. Mungkin sudah sunnahnya hidup ini, kita berjalan menuju kehancuran dan banyak diantara kita yang bahu membahu mempercepat kehancurannya.

Sepertinya KC telah menjadi keluarga kokoh yang menggairahkan siapapun yang berusaha menghindari keputusasaan dengan mengatasi kehancuran dengan pembangunan. Dan memang itu yang jadi harapan. Kebersamaan dalam lingkaran maiyah mengharap barokah Alloh SWT di tengah hebatnya penghambaan manusia kepada kebodohan.

Tidak ada komentar: