Kongres yang berlangsung dari jam sepuluh pagi sampai jam sepuluh malam pada 21 Juni ini bertajuk “Persaudaraan Golongan Putih se-Indonesia”. Bertempat di Museum Kebangkitan Nasional, Jakarta Pusat, acara ini merupakan kelanjutan dari dua acara sebelumnya yang diadakan di Bandung dan Yogyakarta. Tak hanya aktifis-aktifis muda yang tampak meramaikan acara ini, beberapa juga mereka yang tua-tua. Tak begitu banyak yang menghadiri acara ini, tak tampak ada tokoh-tokoh nasional. Tokoh yang hadir dan mudah dikenali hanya Sri Bintang Pamungkas-karena beliau lah penyelenggaranya. Acara terbagi atas tiga sesi yang keseluruhannya berisi paparan tentang persoalan-persoalan kebangsaan oleh Sri Bintang Pamungkas yang dilanjutkan diskusi.
Acara yang pastinya tak dikehendaki oleh mereka yang sedang berebut kekuasaan ini berlangsung begitu sederhana. Membandingkan dengan kongres-kongres yang diselenggarakan oleh-partai-partai tentu tak ada apa-apanya. Begitu sederhananya bahkan cenderung sepi, acara ini tentu tak ramai jadi berita karena sepertinya tak ada wartawan di sana. Penting sebenarnya untuk dijadikan berita, tapi sepertinya tidak menarik.
Sepinya acara ini mungkin juga karena pada acara sebelumnya di Yogyakarta terjadi penangkapan. Beberapa tokoh yang sedianya hadir menurut Sri Bintang juga tak ada. Golput yang meski telah jadi frenomena lazim dan sepertinya kian marak untuk pemilu sekarang tetap saja diharam-haramkan. Tapi kongres ini sepertinya hendak menyongsong kemenangan golput. Di salah satu sepanduk yang terpasang tertulis “Golput 45%, pemilu batal”.
Sri Bintang dalam kesempatannya berbicara menekankan untuk tidak grusa-grusu (gegabah). Dan semestinyalah ditengah sikap pemerintah yang selama ini sepertinya selalu salah dalam melangkah, kelompok-kelompok yang menghendaki perubahan kearah perbaikan harus lebih sabar dan mawas diri. Karena pada hakikatnya semua bukan untuk menang-menangan dan gagah-gagahan tapi demi cita-cita bersama di dalam bangsa dan Negara.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar