Kamis, 05 Juli 2018

BUKAN SUSU KENTAL MANIS


“Susu saya susu bendera.” Saya yakin masih banyak yang ingat dengan slogan iklan  sebuah produk susu kemasan tekenal ini. Bunyi yang enak didengar seenak produknya itu entah sejak kapan tidak beredar, saya baru sadar belakangan setelah ramai di media soal produk susu kental manis yang katanya bukan susu. Lalu sejak kapan pula susu kental manis bukan susu?


Saya sendiri sudah lama tahu bahwa di kemasan produk susu kental manis merek Bendera yang tertuls di sana Krimer Kental Manis atau Bendera Kental Manis. Ada tulisan susu kental manis tapi kecil dan hampir tidak kelihatan, padahal dulu seingat saya tulisannya Susu Kental Manis. Di produk bermerek Indomilk sepertinya tulisannya masih susu kental manis, jadi apakah dua produsen ini memproduksi sesuatu yang berbeda atau bagaimana?

Dalam ingatan saya, semenjak krisis moneter dua puluh tahun lalu, banyak sekali produk lama yang kini masih beredar di pasar mengalami penurunan kualitas yang luar biasa. Wajar saja, untuk mengatasi daya beli produsen harus menyiasati produknya agar tidak hilang di pasaran—apalagi produk itu sangat laku. Maka kalau kita temui barang model lama dengan bentuk yang sama kini kualitasnya berbeda jauh diharap maklum karena seperti kata orang: harga nggak bisa bohong.

Sekarang bisa jadi sudah jelas bahwa yang selama ini kita kenal sebagai susu kental manis bukanlah susu, tapi pastinya produsen tak benar-benar membohongi kita para konsumen setianya. Saya yakin banyak yang sadar produk itu bukan susu sungguhan atau cuma mengandung sedikit susu (bisa juga warnanya yang mirip warna susu) sebagaimana produk minuman kemasan rasa buah-buahan yang dikemas menarik dengan harga murah meriah yang kini digemari anak-anak. Susu yang encer saja dengan kemasan kecil (susu cap Beruang) harganya Rp 8000,- masa susu yang telah diperas kadar airnya hingga menjadi kental dengan kemasan lebih besar harganya tidak jauh berbeda?

Kalau rebut-ribut soal susu kental manis memang serius, harusnya tak cuma produk susu kental manis saja yang digugat, banyak produk minuman atau makanan kemasan lain yang saya yakin benar-benar membohongi konsumen. Dan soal pedagang berbohong, saya jadi ingat seorang teman yang berjualan es jeruk di Terminal Kampung Melayu sekian tahun lalu: Dia berjualan minuman rasa jeruk pakai gerobak yang sehari bisa menghabiskan lebih dari dua derigen besar air yang dia ambil dari sumur pompa tak jauh dari terminal. Untuk biangnya dia menyampur pewarna kuning dan  pemanis biang dengan segayung air yang kemudian disimpan di botol bekas air kemasan. Di terminal, siang hari dalam kondisi haus orang pasti tak berpikir banyak saat menikmati segelas air dingin manis berwarna kuning--rasa jeruk atau tidak, jeruk sungguhan atau bukan—yang penting haus berlalu segera.

Di rumah saya, produk susu yang bukan susu kental manis itu sudah jadi bagian hidup bertahun-tahun. Katakan saja itu bukan susu dan jelaskan untung ruginya menggunakan produk itu dalam kurun waktu tertentu, lalu serahkan pada konsumen akan berhenti atau terus meminumnya, saya kira itu cukup daripada berlarut-larut bikin resah warga.

Susu saya susunya dia.

Tidak ada komentar: