Hari ini, tanggal 1 Juni 2015, tadi pagi, saya dapat
sms dari seorang kawan di Jakarta yang menganggap diri Satrio Piningit, yang
isinya mengingatkan saya bahwa hari ini di bumi Indonesia ini sekian puluh
tahun yang lalu lahir Pancasila dasar negara kita. Entah jika tak ada sms itu,
apakah sekarang saya sadar tentang hari bersejarah ini atau tidak? Kalau sedang
di Jakarta mungkin saja dengan mudah saya sadar karena biasanya banyak sepanduk
di pinggir jalan yang menjadi tanda adanya hari penting ini, tapi sekarang saya
di desa, yang ada sepanduk pengajian dan penerimaan siswa baru.
Menyadari hari ini hari penting, seharian saya buka
tutup beberapa portal berita mencoba survey
iseng tentang kepedulian media pada Pancasila, yang hasilnya sama saja dengan
yang berlangsung di desa saya, sepi saja. Tak banyak judul berita yang
menyertakan kata Pancasila dalam penelusuran saya itu. Saya tidak secara khusus
mencari berita tentang hari lahir Pancasila, yang saya lakukan sekedar membuka
laman berita pada jam tertentu lalu membaca satu persatu judul yang ada di
layar, dan hasilnya memang sepi.
Beberapa tahun belakangan ketika menghadiri acara
yang berkaitan dengan Pancasila, selalu ada pernyataan bahwa Pancasila sudah
dilupakan, lalu Pancasila harus dibumikan kembali, kemudian nilai-nilai
Pancasila harus dihidupkan dalam kehidupan sehari-hari. Sayang pernyataan-pernyataan
yang seakan penting itu hanya ada dalam pidato, hanya ceramah di kalangan
terbatas yang penyampainya sendiri belum
tentu pula mengamalkannya dan yang mendengar lebih banyak orang yang
kepeduliannya hanya pada duit dan makanan. Rasanya tak salah warga kebanyakan
jika kini mereka tak tahu apa-apa tentang Pancasila.
Anak-anak sekolah kini disuruh menyebut lima sila
dalam Pancasila banyak yang tak bisa, orang dewasa banyak yang salah
mengurutkan, bahkan ada aparat TNI yang dalam siaran di televisi di minta oleh
reporter menyebutkan Pancasila kebingungan, maka jika hafal saja tidak
bagaimana akan ada upaya mengamalkannya.
Apalagi bukan rahasia, semenjak runtuhnya Orde Baru
orang-orang yang anti Pancasila tak lagi takut menyatakan penolakannya pada
dasar negara ini. Tentu saja tak ada orang yang dengan gagah berani menyatakan
ingin mengubah dasar negara kita, tapi dengan segala tingkah pola mereka bisa
dikenali bahwa mereka anti Pancasila. Sementera yang seakan peduli Pancasila
juga belum tentu mengamalkan, yang meremehkan terus beranak-pinak. Bagaimana
nasib Pancasila nanti?
Pancasila konon adalah sesuatu yang hidup di
masyarakat kita. Sesuatu yang hidup kemudian disarikan menjadi lima kalimat
puitis yang dulu waktu saya masih kecil selalu senang mendengarnya ketika
dibaca pada saat upacara bendera. Pastinya tak mudah menyusun kalimat-kalimat
itu, yang kini kita remehkan. Sesuatu yang bagi saya yang muslim, Pancasila itu
merupakan penyederhanaan nilai-nilai Islam versi Indonesia. Betapa yang tampak
sederhana pun ternyata tak mudah dipahami dan diamalkan.
Entah sampai kapan kita prihatin dengan kondisi bangsa
yang centang perenang ini. Kita tentu saja selalu menganggap keadaan yang ada
baik-baik saja, dan biasanya kaget dan rebut ketika yang kita sangka “baik-baik
saja” itu ternyata tidak baik-baik saja. Seperti banyak kesenian rakyat punah
karena kita melupakannya, tapi kemudian marah-marah ketika ada negara tetangga
yang mengakui milik kita itu sebagai miliknya. Dan kini kita tak peduli
Pancasila, sampai akhirnya terbelalak ketika ada yang menyebut Pancasila dengan
bunyi yang berbeda.
Dan saya pernah membaca beberapa Pancasila yang
diplesetkan, yang ternyata memang semuanya hidup di masyarakat kita kini. Saya jadi
khawatir, jangan-jangan Pancasila versi plesetan ini yang kelak dianggap asli oleh
anak cucu kita karena lebih membumi. Mau tahu versi baru eh, versi plesetan
itu? Ini dia:
1. Keuangan
yang maha esa
2. Kemanusiaan
yang rakus dan biadab
3. Perseteruan
Indonesia
4. Kerakyatan
yang dipimpin oleh muslihat, kelicikan dan permusuhan di pengadilan.
5. Kegaduhan
bagi seluruh rakyat Indonesia
Mohon jangan dihafalkan, tak perlu repot-repot toh
kita telah sama-ama mengamalkan. Selamat menjadi Indonesia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar