Senin, 11 Oktober 2010

Menonton Bencana

Kecuali yang sekarang sudah pikun, saya yakin kalau  kita sebagai bangsa Indonesia masih ingat betapa dalam kurun waktu lima tahun terakhir bencana tak henti-hentinya menimpa tanah air kita. Dari bencana yang dianggap kecil sampai bencana besar yang disebut bencana nasional telah marak menjadi berita di media-media massa atau sekedar berita dari mulut ke mulut. Kita masih ingat gelombang Tsunami yang meluluh-lantakkan Aceh, Pangandaran dan lainnya. Gempa bumi Yogyakarta dan yang belum tuntas hingga kini semburan lumpur di Porong, Jawa Timur yang terkenal dengan sebutan Lumpur Lapindo. Sedang bencana yang kecil-kecil tak terhitung dan mungkin sangat sulit untuk mengingatnya satu per satu.

Bencana-bencana itu yang di jaman tekhnologi informasi ini begitu mudah disimak beritanya, seakan tak beda dengan tayangan sinetron atau film televisi saja. Setiap hari hadir lewat media televisi di ruang keluarga bahkan sampai ke kamar-kamar menemani tidur kita dan sampai terbawa mimpi. Semua itu seakan menjadi kenyataan wajib bagi seluruh warga negri ini.

Bencana-bencana biasanya hadir secara tiba-tiba. Ia hadir dengan tanpa kehendak kita. Siapa kiranya yang menginginkan ketenangan hidupnya  diusik oleh adanya gempa bumi atau naiknya air laut karena  gelombang pasang yang begitu hebat. Bahkan kehilangan uang seribu rupiah dikantong saja rasanya tak ada yang menginginkan itu terjadi. Tapi siapa bisa menolak kehendak dari Yang Maha Agung lagi Maha Perkasa, Tuhan penguasa alam semesta.

Bencana yang hadir tanpa kita kehendaki itu memang tak perlu diratapi terus menerus, karena kehadirannya diluar kuasa kita sebagai makhluk. Kalau diingat, siapa menyangka akan terjadi gempa hebat di daerah Bantul Yogyakarta waktu itu, bukankah yang sudah siap siaga masyarakat lereng Gunung Merapi yang diprediksi gunungnya mau meletus. Tapi yang lebih penting adalah bagaimana sikap kita atas peristiwa itu, apakah positif atau negatif. Maksudnya apakah kemudian  menjadi meningkat kualitas kemanusiaan kita, atau bencana-bencana itu kian menjadikan kita sebagai orang-orang yang tidak tahu diri. 

Soal sikap tak tahu diri ini, rasanya penting untuk jadi pembahasan. Lihat bencana Lumpur Lapindo, bertahun-tahun sesuatu yang mengenaskan itu seakan tak ditangani dengan serius. Korban yang terus ribut menuntut hak-haknya dipenuhi,  pemerintah yang tak berpihak kepada warganya dan banyaknya koruptor yang bermain di air keruh. Bahkan untuk sekedar menetapkan apakah semburan lumpur itu sebuah kecelakaan karena ulah manusia atau bencana alam saja butuh waktu dan biaya yang tak sedikit.

Mencoba beralih sejenak ke peristiwa yang baru saja berlangsung kemarin, yaitu kekalahan Timnas Indonesia dalam pertandingan persahabatan dengan Timnas Uruguay yang disaksikan langsung Presiden Esbeye, rasanya ada  sesuatu yang ngeres di benak saya hingga kini. Yaitu bahwa bencana-bencana yang hampir setiap hari kita saksikan baik secara langsung atau melalui layar televisi telah benar-benar jadi tontonan. Kita menikmatinya. Bukankah ada sebuah teori yang mengatakan bahwa penderitaan kita akan berkurang ketika menyaksikan ada orang lain yang menanggung penderitaan yang lebih? Jangan-jangan segala bencana yang terus menimpa dan jadi derita bagi korbannya menjadi hiburan kita di pihak lain.

Apa yang tampak dari negara melalui PSSI mengundang Timnas Uruguay dengan menghabiskan uang yang banyak dan hanya menghasilkan suatu tragedi Timnas kita digilas tujuh gol pastinya menjelaskan sesuatu. Sebuah kenyataan dimana bencana diselenggarakan dengan sengaja oleh mereka para pejabat di negri ini dengan uang yang dipungut melalui pajak. Tentu gempa bumi dan tsunami tak mungkin diselenggarakan sebagaimana penyelenggaraan sepak bola itu. Tapi tanah longsor, banjir adalah sesuatu yang mungkin bisa dikatakan peristiwa yang diselenggarakan. Karena kalau benar-benar tak dikehendaki pasti ada upaya-upaya maksimal pencegahannya mengingat bencana-bencana itu bisa diprediksi.

Kekacauan-kekacauan yang dilakukan oleh para preman atau ormas pun sangat mungkin adalah peristiwa yang terjadinya direncanakan. Meski tak bisa dipastikan siapa sosok yang jadi dalang peristiwa itu tapi indikasinya begitu jelas. Seingat saya peristiwa-peristiwa penting yang terjadi dan jadi berita di media massa selalu tutup-menutup. Kasus korupsi ditutup skandal seks anggota dewan dengan artis yang kemudian ditutup kerusuhan massal dan seterusnya. Dalangnya pasti ada.

Maka ketika bencana-bencana itu diselenggarakan dengan sengaja bahkan dibiayai dengan uang rakyat dalam jumlah yang besar, apa sesungguhnya yang dilakukan bangsa ini terutama oleh para aparatnya. Jangan-jangan keputusasaan yang sedang terjadi. Ketika merasa segala persoalan begitu sulit dicari jalan keluarnya, yang dilakukan adalah penghancuran diri. Kalau warga kampung yang putus  asa karena dibelit utang dan tak ada yang menolong melakukan bunuh diri, para pejabat putus asa dengan mengancurkan negri ini dengan melakukan perusakan sumber daya alam dan mental warganya besar-besaran. 

Semoga kita yang masih sempat menjaga kemanusiaan yang dikaruniakan Tuhan ini dapat terus menjaga kesadaran agar tak lalai oleh tontonan yang kian mengasyikan dan dikaruniai kekuatan kembali kepada realitas agar tak terjebak nantinya pada penyesalan. Semoga.

10 komentar:

joe mengatakan...

dan semoga, tidak ada lagi bencana di negeri ini...

Muhammad A Vip mengatakan...

semoga!

rizal mengatakan...

semoga semua bencana yang menimpa negeri ini bisa kita ambil pelajaran buat lebih berlaku adil kepada semua...termasuk dengan alam

Muhammad A Vip mengatakan...

ya semoga lagi hihi

penghuni60 mengatakan...

amiiin....

yg jls jgn sampe deh kita menyesal dikemudian hari,
karna penyesalan itu selalu dtg terakhir

Muhammad A Vip mengatakan...

ya, demikianlah

Iskandar Dzulkarnain mengatakan...

ini lumpur lapindo belum selesai2 di deket Surabaya :D

Unknown mengatakan...

kalo aku malah lelah melihat bencana alam yg tak hentinya itu.

Belantara Indonesia mengatakan...

Telat komennya..hehehehe...ya smoga Bromo yg ikut2 an Merapi tak sehebat pendahulunya...semoga....

Muhammad A Vip mengatakan...

semoga!