Kamis, 29 Juli 2010

Ketika Anjing Dibawa ke Arab

Membicarakan TKW (Tenaga Kerja Wanita) kita yang bermasalah di luar negeri khususnya yang bekerja di kawasan Timur Tengah memang tak ada habisnya. Berbeda dengan mereka yang bekerja di Hongkong yang konon mendapat perlakuan baik, mereka yang berada di Timur Tengah --konon lagi-- lebih sering diperlakukan sama dengan budak. Banyak memang pemberitaan yang mengabarkan TKW kita dijadikan obyek seks dan kekerasan oleh majikan mereka. Banyak yang pulang dalam keadaan hamil dan tak sedikit pula yang meninggal.

Kenyataan bahwa TKW kita yang dikirim ke Timur Tengah umumnya yang berpendidikan rendah tentu saja sesuai dengan pekerjaan yang mereka jalani di sana. Mereka umumnya menjadi pekerja rumahan alias pembantu rumah tangga. Pekerjaan yang selalu bersentuhan langsung dengan majikan ini memang sangat beresiko. Bagi mereka yang mendapatkan majikan yang baik tentu saja beruntung, tapi tak semua orang berperangai baik di dunia ini. Jangankan yang jauh di seberang sana dengan bahasa dan kultur yang berbeda, di dalam negeri saja kekerasan terhadap pembantu bukan hal asing.

Tapi dalam hal kekerasan ini pun penyebabnya tidak mesti dari prilaku buruk sang majikan. Sebagaimana sebuah cerita yang baru-baru ini saya dengar dari seorang yang baru pulang dari sana. Diceritakan, banyak pembantu-pembantu di sana yang memanggil majikan atau anak majikan mereka dengan sebutan-sebutan yang bagi orang Indonesia sendiri sangat menjengkelkan, seperti: bangsat, kunyuk, anjing dan yang lainnya. Hal itu tidak saja dilakukan ketika si pembantu atau TKW sedang merasa jengkel, bahkan dalam rutinitas sehari-hari.

Ini cerita tentang seorang gadis asal daerah Jawa Tengah yang bekerja di sana dan sering memanggil majikannya dengan sebutan "Asu". Menurut si pencerita, hal itu berlangsung lama dan majikannya senang-senang saja dipanggil demikian. Karena setiap kali majikannya meminta penjelasan tentang apa arti kata itu, si pembantu selalu membohonginya dengan mengatakan kalau kata itu bermakna bagus.

Pada suatu hari si pembantu itu diajak jalan-jalan ke sebuah pasar/keramaian. Tiba-tiba di sebuah jalan si pembantu terkaget-kaget ketika digonggong anjing yang sangat besar dan refleks dia mengucap, "Ya ampun asu, gede nemen!" (ya ampun anjing, besar sekali) berkali-kali yang membuat majikannya curiga. Mendengar itu si majikan langsung menayakan apa yang dia ucapkan dan ketika mengetahui bahwa asu adalah anjing si pembantu itupun langsung dipulangkan segera.

Mendengar cerita TKW yang baru pulang dari sana itu menunjukan kompleksnya sumber masalah. Untuk menyalahkan majikan-majikan yang kasar pada akhirnya kita harus arif, jangan -jangan orang kita lah penyebab kekerasan itu.

Kemarin saya baru mendengar juga seorang saudara yang tanpa pelatihan apa-apa sudah mendarat di negeri nun jauh itu. Hanya lima hari semenjak didaftarkan oleh ayahnya tanpa pengetahuan tentang bahasa dan suasana kerjanya, gadis yang baru lulus sekolah menengah atas itu sudah langsung jalan. Entah apakah pelatihannya dilakukan di negara tempat bekerjanya atau bagaimana. Yang jelas sudah satu bulan semenjak keberangkatannya, belum ada kabar apapun bagi keluargannya yang ternyata tenang-tenang saja.

Di tulisan ini memang tak ada usulan solusi untuk masalah yang sepertinya pemerintah sendiri tak mampu berbuat banyak mengatasi masalah-masalah yang ada di dalamnya, tapi rasanya penekanan pada pendidikan untuk para calon TKI itu begitu perlu. Mereka toh duta-duta bangsa yang pada akhirnya akan menentukan cara pandang orang luar terhadap bangsa ini.

4 komentar:

Oby Syam mengatakan...

tulisan mas avip selalu berkesan ;)
ini jadi {R buat pemerintah nih kyaknya.....

Muhammad A Vip mengatakan...

masak sih? makasihlah kalo begitu.

Iskandar Dzulkarnain mengatakan...

ya kalo kayak gtu sih ,,, semua majikan bakal marah ... keterlaluan banget Indonesia

Muhammad A Vip mengatakan...

keterlaluannya Indonesia tuh senang memelihara mahluk jahat. hihihi