Senin, 23 Agustus 2010

Negri Koruptor

Dalam diskusi tentang reformasi KPK beberapa hari lalu di Gedung Dewan Pers salah satu pembicara berkata kalau orang-orang yang ada di depannya (peserta diskusi) adalah calon-calon koruptor. Pernyataan itu tentu direspon dengan gelak tawa. Tapi kemudian si pelontar pernyataan menyambung dengan penjelasan kalau para koruptor yang kini sedang matang dengan profesinya sesungguhnya belajar semenjak masih di tingkat sekolah. Bahkan mungkin sejak kanak-kanak. Generasi muda kita hidup dalam proses yang sama. Dan pada saatnya, ketika kesempatannya datang, segalanya berlangsung wajar bagi di mata banyak orang.

Seorang teman berkata bahwa korupsi telah jadi pekerjaan harian siapa saja. "Siapa yang tidak korupsi di negri ini,"  menurutnya. Ya, kalau kita mau jujur dan tidak sempit memahami makna korupsi bisa jadi pendapat teman tadi benar. Korupsi tentu tak hanya kegiatan para pegawai negri yang memang paling potensial melakukan itu. Tapi pedagang asongan, kenek angkutan, penumpang angkot, bahkan anak kepada ibunya atau orang tua pada anaknya pun mungkin terjadi pengambilan harta secara tidak semestinya.

Itu semua persoalan personal yang bisa direnungi dan dicarikan jalan keluarnya oleh masing-masing. Sedang semua sepakat yang rumit adalah persoalan korupsi yang mewabah di lingkungan elit negri ini.. Kita semua tentu telah membaca soal pemberian remisi oleh presiden pada para koruptor beberapa hari lalu. Ya, ini sangat serius untuk dijadikan perbincangan. Karena sesuatu yang terkesan sederhana itu begitu rumit ketika jadi polemik.

Sederhana karena sangat jelas bahwa para narapidana itu adalah koruptor yang merusak negri ini dan pemerintah telah dengan tegas mencanangkan pemberatasan korupsi di negri ini. Maka pemberian keringanan bahkan sampai pembebasan atas para koruptor itu gamblang sekali sebagai sebuah masalah. Seakan korupsi bukan masalah serius.

Rumit karena sesuatu yang seakan jelas bagi orang awam ternyata jadi bahan perdebatan. Sebenarnya apa yang sedang dipertontonkan kepada rakyat negri ini. Apakah upaya pembelajaran agar warga kebanyakan kian kritis atau agar semua menjadi bingung dan ingin melupakan saja kerumitan yang ada.

Jangan-jangan benar apa yang dibilang teman tadi di atas, kita ini sekumpulan koruptor. Segala praktek hukum yang berlangsung selama ini hanya sandiwara untuk mengelabui, tapi sesungguhnya si terdakwa atau pendakwanya adalah kawan. Semua main-main semata. Dengan dana yang didapat dari uang pajak rakyat, segala pesta pora dan sandiwara para elit itu berlangsung entah sampai kapan. Ya Tuhan, adakah aku bagian dari mereka?