Mungkin
karena negeri ini tanahnya subur makmur gemah ripah loh jinawi tongkat dan kayunya
jadi tanaman (kata Koes Plus), maka orangnya secara umum santai dan senang
bercanda. Memang ada satu dua yang serius bahkan ada yang selalu pasang tampang
sangar, tapi yang begitu pun sering pula menimbulkan gelak tawa. Maka tidak
aneh acara televisi pun siang malam isinya lelucon dan banyolan.
Salah
satu hal yang serius tapi menimbulkan tawa adalah peristiwa yang beberapa hari
lalu benar-benar terjadi. Kejadiannya adalah ketika ada acara di Kecamatan Bulakamba
Brebes yang dihadiri Bupati. Sebagaimana kebiasaan Presiden yang suka main kuis
dan bagi-bagi hadiah, Bupati Brebes juga melakukan hal yang sama, dengan
tantangan menyebutkan Pancasila (mungkin karena dekat dangan Hari Lahir
Pancasila). Dan kelucuan yang muncul adalah karena orang yang merespon tantangan
itu begitu antusias tapi ujungnya salah alias tak mampu menyebutkan urutan
Pancasila.
Zaman
sekolah dulu juga pernah ada kelucuan yang berkaitan dengan Pancasila ini,
yaitu ketika seorang teman disuruh maju untuk melafalkan sila-sila Pancasila
yang ternyata sulitnya setengah mati. Teman saya itu ketika maju dan menghadap
ke teman-teman, tanpa ancang-ancang langsung saja menyebut: “Satu Pancasila !” yang tentu saja
mengundang tawa. Dan ketika diingatkan agar yang disebut Pancasila lebih dulu
baru satu, dia terus mengulanginya kesalahannya sampai tiga kali lalu balik ke
tempat duduk.
Pancasila
yang semenjak kecil sudah sering didengar dan dihafalkan, memang sering
diremehkan. Saya juga sering menganggap remeh dan menertawakan orang yang tak
hafal Pancasila, tapi ketika mencoba mengingat-ingat yang saya anggap telah
hafal di luar kepala itu ternyata ada perasaan ragu juga. Dan akhirnya saya pun
maklum dengan keadaan yang berlangsung di tengah-tengah warga saat ini, yaitu
nilai-nilai Pancasila tidak diamalkan.
Dengan
lima sila yang lumayan panjang saja Pancasila diremehkan, apalagi kalau
penyederhanaannya yaitu Gotong Royong yang dikedepankan, rasanya akan lebih
disepelekan. Orang-orang pastinya akan mengatakan: “Setiap hari kita melakukan gotong royong, untuk apa diributkan.” Ya,
bagi orang kita hidup itu laku, teori hanya bikin bingung yang akhirnya malah
bertengkar.
Jadi
menghafal Pancasila dan berjuang mengamalkannya sepertinya bukan tugas warga
kebanyakan, tapi tugas ini adalah milik para pejabat dan aparat. Para pejabat
dan aparat yang harus berjuang mengamalkan Pancasila ini, lalu warga tinggal
meneladaninya lewat lelaku harian mereka. Bukan sebaliknya anak-anak dituntut
hafal dan mengamalkan Pancasila, orang-orang yang dianggap terhormat merusak
nilai-nilainya seperti sekarang. Lucu memang.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar